Kamis, 11 Desember 2014

Laporan Program Filariasis Di Puskesmas Hikun



BAB I
PENDAHULUAN
A.     LATAR BELAKANG
Filariasis (penyakit kaki gajah) atau juga dikenal dengan elephantiasis adalah penyakit menular dan menahun yang disebabkan oleh infeksi cacing filaria yang ditularkan melalui gigitan berbagai spesies nyamuk. Di Indonesia, vektor penular filariasis hingga saat ini telah diketahui ada 23 spesies nyamuk dari genus Anopheles, Culex, Mansonia, Aedes dan Armigeres. Filariasis dapat menimbulkan cacat menetap berupa pembesaran kaki, tangan, dan organ kelamin.
Filariasis merupakan jenis penyakit reemerging desease, yaitu penyakit yang dulunya sempat ada, kemudian tidak ada dan sekarang muncul kembali. Kasus penderita filariasis khas ditemukan di wilayah dengan iklim sub tropis dan tropis (Abercrombie et al, 1997) seperti di Indonesia. Filariasis pertama kali ditemukan di Indonesia pada tahun 1877, setelah itu tidak muncul dan sekarang muncul kembali. Filariasis tersebar luas hampir di seluruh Propinsi di Indonesia. Berdasarkan laporan dari hasil survei pada tahun 2000 yang lalu tercatat sebanyak 1553 desa di 647 Puskesmas tersebar di 231 Kabupaten 26 Propinsi sebagai lokasi yang endemis, dengan jumlah kasus kronis 6233 orang.
Untuk memberantas filariasis sampai tuntas, WHO sudah menetapkan Kesepakatan Global (The Global Goal of Elimination of Lymphatic Filariasis as a Public Health problem by The Year 2020) yaitu program pengeliminasian filariasis secara masal. Program ini dilaksanakan melalui pengobatan masal dengan DEC dan Albendazol setahun sekali selama 5 tahun dilokasi yang endemis dan perawatan kasus klinis untuk mencegah kecacatan. WHO sendiri telah menyatakan filariasis sebagai urutan kedua penyebab cacat permanen di dunia. Di Indonesia sendiri, telah melaksanakan eliminasi filariasis secara bertahap dimulai pada tahun 2002 di 5 Kabupaten percontohan. Perluasan wilayah akan dilaksanakan setiap tahunnya.
Upaya pemberantasan filariasis tidak bisa dilakukan oleh pemerintah semata. Masyarakat juga harus ikut memberantas penyakit ini secara aktif. Dengan mengetahui mekanisme penyebaran filariasis dan upaya pencegahan, pengobatan serta rehabilitasinya, diharapkan program Indonesia Sehat Tahun 2010 dapat terwujud salah satunya adalah terbebas dari endemi filariasis.


B.     TUJUAN
1.      Untuk mengetahui yang dimaksud dengan filariasis.
2.      Untuk mengetahui mekanisme terjadinya filariasis.
3.      Untuk mengetahui upaya pencegahan, pengobatan dan rehabilitasi filariasis.

C.     MANFAAT
Manfaat penyusunan laporan ini adalah agar masyarakat dapat mengetahui segala sesuatu tentang filariasis, bagaimana mekanisme terjadinya filariasis, dan bagaimana upaya pencegahan, pengobatan serta rehabilitasi filariasis. Dengan demikian, diharapkan masyarakat ikut memberantas penyakit ini secara aktif sehingga tidak menjadi endemi di masyarakat.



BAB II
PEMBAHASAN

A.     PENGERTIAN
Filariasis ( penyakit kaki gajah ) atau juga dikenal dengan elephantiasis adalah suatu infeksi sistemik yang disebabkan oleh cacing filaria yang hidup dalam saluran limfe dan kelenjar limfe manusia yang ditularkan oleh nyamuk. Penyakit ini bersifat menahun ( kronis ) dan bila tidak mendapatkan pengobatan akan menimbulkan cacat menetap berupa pembesaran kaki, lengan, dan alat kelamin baik perempuan maupun laki – laki.
Filariasis juga merupakan penyakit zoonosis menular yang banyak ditemukan di wilayah tropika seluruh dunia. Penyebabnya adalah edema, infeksi oleh sekelompok cacing nematoda parasit yang tergabung dalam superfamilia Filarioidea. Gejala yang umum terlihat adalah terjadinya elefantiasis, berupa membesarnya tungkai bawah (kaki) dan kantung zakar (skrotum), sehingga penyakit ini secara awam dikenal sebagai penyakit kaki gajah. Walaupun demikian, gejala pembesaran ini tidak selalu disebabkan oleh filariasis.

B.     PENYEBAB
Penyakit ini disebabkan oleh 3 spesies cacing  filaria yang menginfeksi Manusia yaitu :
a.       Wuchereria Bancrofti
Wuchereria bancrofti atau disebut juga Cacing Filaria adalah kelas dari anggota hewan tak bertulang belakang yang termasuk dalam filum Nemathelminthes. Bentuk cacing ini gilig memanjang, seperti benang maka disebut filarial.
b.      Brugia Timori
Brugia timori hanya terdapat pada manusia. Manusia yang mengandung parasit selalu dapat menjadi sumber infeksi bagi orang lain yang rentan (suseptibel). Biasanya pendatang baru ke daerah endemi (transmigran) lebih rentan terhadap infeksi filariasis dan lebih menderita daripada penduduk asli. Pada umumnya laki-laki lebih banyak yang terkena infeksi, karena lebih banyak kesempatan untuk mendapat infeksi (exposure). Juga gejala penyakit lebih nyata pada laki-laki, karena pekerjaan fisik yang lebih berat. Penyakit yang disebabkan oleh Brugia timori disebut filariasis timori.
c.       Brugia Malayi
Brugia malayi adalah sebuah nematoda (cacing) parasit yang merupakan salah satu penyebab filariasis limfatik. B. malayi merupakan nematoda yang prevalen di daerah India, Indonesia, Malaysia, dan Filipina.

C.     CARA PENULARAN
Penyakit ini ditularkan melalui nyamuk yang menghisap darah seseorang yang telah tertular sebelumnya. Darah yang terinfeksi dan mengandung larva dan akan ditularkan ke orang lain pada saat nyamuk yang terinfeksi menggigit atau menghipas darah orang tersebut.Tidak seperti Malaria dan Demam berdarah, Filariasis dapat ditularkan oleh 23 spesies nyamuk dari genus Anopheles, Culex, Mansonia, Aedes & Armigeres. Karena inilah, Filariasis dapat menular dengan sangat cepat.  Kalau cacingnya filaria, maka larva mikrofilaria yang dibawa oleh nyamuk akan menyumbat pembuluh dan kelenjar limfe sehingga tidak bisa mengalir ke seluruh bagian tubuh dengan lancar. Akibatnya, terjadilah pembengkakan organ tubuh, seperti pada lengan, kaki atau alat kelamin

D.    SIKLUS PENULARAN FILARIASIS
1.      Tahap perkembangan dalam tubuh nyamuk ( vektor ) :
·        Saat nyamuk (vektor) menghisap darah penderita (mikrofilaremia) beberapa mikrofilaria ikut terhisap bersama darah dan masuk dalam lambung nyamuk.
·        Setelah berada dalam lambung nyamuk, mikrofilaria melepas selubung, kemudian menerobos dinding lambung menuju ke rongga badan dan selanjutnya ke jaringan otot thoraks.
·        Dalam jaringan otot thoraks, larva stadium I (LI) berkembang menjadi bentuk larva stadium II (L2) dan selanjutnya berkembang menjadi stadium III (L3) yang efektif.
·        Waktu perkembangan dari L1 menjadi L3 disebut masa inkubasi ektrinsik, untuk spesies Wuchereria bancrofti antara 10-14 hr, Brugia malayi dan Brugia timori 7-10 hr. 5. St. LIII bergerak ke proboscis ( alat tusuk) nyamuk dan akan dipindahkan ke manusia pada saat nyamuk menggit.
·        Mikrofilaria didalam tubuh nyamuk hanya mengalami perubahan bentuk dan tidak berkembang biak (cyclicodevelopmental) sehingga diperlukan gigitan berulang kali utk terjadinya infeksi.
2.      Tahap perkembangan dalam tubuh manusia dan hewan perantara ( hospes reservoir ) :
·        Didalam tubuh manusia St. L3 akan menuju sistem limfe dan selanjutnya tumbuh menjadi cacing dewasa jantan atau betina.
·        Melalui kopulasi, cacing betina menghasilkan mikrofilaria yg beredar dalam darah. Secara periodik seekor cacing betina akan mengeluarkan sekitar 50.000 larva setiap hari.
·        Perkembangan L3 menjadi cacing dewasa dan menghasilkan mikrofilaria W.bancrofti selama 9 bln dan B.malayi, B.timori selama 3 bulan di tubuh manusia.
·        Perkembangan seperti ini terjadi juga dalam tubuh hewan reservoar ( lutung dan kucing).

E.     TANDA DAN GEJALA
Gejala filaria akut sebagai berikut :
·         Demam berulang-ulang selama 3-5 hari, demam dapat hilang bila istirahat dan muncul lagi setelah bekerja berat
·         Pembengkakan kelenjar getah bening (tanpa ada luka) didaerah lipatan paha, ketiak (lymphadenitis) yang tampak kemerahan, panas dan sakit
·         Radang saluran kelenjar getah bening yang terasa panas dan sakit yang menjalar dari pangkal kaki atau pangkal lengan kearah ujung (retrograde lymphangitis)
·         Filarial abses akibat seringnya menderita pembengkakan kelenjar getah bening, dapat pecah dan mengeluarkan nanah serta darah
·         Pembesaran tungkai, lengan, buah dada, buah zakar yang terlihat agak kemerahan dan terasa panas (early lymphodema)
Gejala klinis :
Gejala klinis yang kronis berupa pembesaran yang menetap (elephantiasis) pada tungkai, lengan, buah dada, buah zakar (elephantiasis skroti).

F.      KRITERIA FILARIASIS
Filariasis mudah menular, kriteria penularan penyakit ini adalah jika ditemukan mikrofilarial rate ≥ 1% pada sample darah penduduk di sekitar kasus elephantiasis, atau adanya 2 atau lebih kasus elephantiasis di suatu wilayah pada jarak terbang nyamuk yang mempunyai riwayat menetap bersama/berdekatan pada suatu wilayah selama lebih dari satu tahun. Berdasarkan ketentuan WHO, jika ditemukan mikro filarial rate ≥ 1% pada satu wilayah maka daerah tersebut dinyatakan endemis dan harus segera diberikan pengeobatan secara masal selama 5 tahun berturut-turut.

Di indonesia filarialis telah tersebar luas hampir di semua propinsi, berdasarkan laporan dari daerah dan hasil survey pada tahun 2000 tercatat sebanyak 6500 kasus kronis di 1553 desa pada 231 kabupaten atau 26 propinsi. Pada tahun 2005 kasus kronis dilaporkan sebanyak 10.237 orang yang tersebar di 373 kabupaten/kota di 33 propinsi.  Penyakit ini merupakan masalah kesehatan masyarakat di Indonesia. Pada tanggal 8 April 2002 Menteri Kesehatan Republik Indonesia telah mencanangkan dimulainya eliminasi penyakit Kaki Gajah di Indonesia dan telah menetapkan eliminasi Kaki Gajah sebagai salah satu program prioritas. Sebagai pedoman Pengendalian Filariasis (Penyakit Kaki Gajah) tertuang dalam Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomer : 1582/ MENKES/SK/XI/2005 Tanggal 18 Nopember 2005.

G.    MEKANISME TERJADINYA FILAIASIS
Seseorang dapat tertular atau terinfeksi filariasis apabila orang tersebut digigit nyamuk yang infektif yaitu nyamuk yang mengandung larva stadium III (L3). Nyamuk tersebut mendapatkan mikrofilaria sewaktu menghisap darah penderita atau binatang reservoar yang mengandung mikrofilaria. Siklus penularan filariasis ini melalui dua tahap yaitu mosquito satges atau tahap perkembangan dalam tubuh nyamuk (vektor) dan human stages atau tahap perkembangan dalam tubuh manusia (hospes) atau binatang (hospes reservoar).

Di dalam tubuh nyamuk, mikrofilaria berselubung (yang didapatkannya ketika menggigit penderita filariasis), akan melepaskan selubung tubuhnya yang kemudian bergerak menembus perut tengah lalu berpindah tempat menuju otot dada nyamuk. Larva ini disebut larva stadium I (L1). L1 kemudian berkembang hingga menjadi L3 yang membutuhkan waktu 12 – 14 hari. L3 kemudian bergerak menuju probisis nyamuk. Ketika nyamuk yang mengandung L3 tersebut menggigit manusia, maka terjadi infeksi mikrofilaria dalam tubuh orang tersebut. Setelah tertular L3, pada tahap selanjutnya di dalam tubuh manusia, L3 memasuki pembuluh limfe dimana L3 akan tumbuh menjadi cacing dewasa, dan berkembangbiak menghasilkan mikrofilaria baru sehingga bertambah banyak. Kumpulan cacing filaria dewasa ini menjadi penyebab penyumbatan pembuluh limfe. Aliran sekresi kelenjar limfe menjadi terhambat dan menumpuk di suatu lokasi. Akibatnya terjadi pembengkakan kelenjar limfe terutama pada daerah kaki, lengan maupun alat kelamin yang biasanya disertai infeksi sekunder dengan fungi dan bakteri karena kurang terawatnya bagian lipatan-lipatan kulit yang mengalami pembengkakan tersebut.


H.    FAKTOR YANG MEMPENGARUHI FILARIASIS
1.      Lingkungan fisik :Iklim, Geografis, Air dan lainnnya,
2.      Lingkungan biologik: lingkungan Hayati yang mempengaruhi penularan; hutan, reservoir, vector
3.      Lingkungan social – ekonomi budaya : Pengetahuan, sikap dan perilaku, adat Istiadat,kebiasaan dsb,
4.      Ekonomi: Cara Bertani, Mencari Rotan, Getah Dsb.

Penularan dapat terjadi apabila ada 5 unsur yaitu sumber penular (manusia dan hewan), Parasit,Vektor, Manusia yang rentan, Lingkungan (fisik, biologik dan sosial-ekonomibudaya).

I.       UPAYA PENCEGAHAN,PENGOBATAN DAN REHABILITASI FILARIASIS
1.      Upaya pencegah filariasis
Pencegahan filariasis dapat dilakukan dengan menghindari gigitan nyamuk (mengurangi kontak dengan vektor) misalnya menggunakan kelambu sewaktu tidur, menutup ventilasi dengan kasa nyamuk, menggunakan obat nyamuk, mengoleskan kulit dengan obat anti nyamuk, menggunakan pakaian panjang yang menutupi kulit, tidak memakai pakaian berwarna gelap karena dapat menarik nyamuk, dan memberikan obat anti-filariasis (DEC dan Albendazol) secara berkala pada kelompok beresiko tinggi terutama di daerah endemis. Dari semua cara diatas, pencegahan yang paling efektif tentu saja dengan memberantas nyamuk itu sendiri dengan cara 3M.
2.      Pengobatan filariasis
Pengobatan filariasis harus dilakukan secara masal dan pada daerah endemis dengan menggunakan obat Diethyl Carbamazine Citrate (DEC). DEC dapat membunuh mikrofilaria dan cacing dewasa pada pengobatan jangka panjang. Hingga saat ini, DEC adalah satu-satunya obat yang efektif, aman, dan relatif murah. Untuk filariasis akibat Wuchereria bankrofti, dosis yang dianjurkan 6 mg/kg berat badan/hari selama 12 hari. Sedangkan untuk filariasis akibat Brugia malayi dan Brugia timori, dosis yang dianjurkan 5 mg/kg berat badan/hari selama 10 hari. Efek samping dari DEC ini adalah demam, menggigil, sakit kepala, mual hingga muntah. Pada pengobatan filariasis yang disebabkan oleh Brugia malayi dan Brugia timori, efek samping yang ditimbulkan lebih berat. Sehingga, untuk pengobatannya dianjurkan dalam dosis rendah, tetapi pengobatan dilakukan dalam waktu yang lebih lama. Pengobatan kombinasi dapat juga dilakukan dengan dosis tunggal DEC dan Albendazol 400mg, diberikan setiap tahun selama 5 tahun. Pengobatan kombinasi meningkatkan efek filarisida DEC.
Obat lain yang juga dipakai adalah ivermektin. Ivermektin adalah antibiotik semisintetik dari golongan makrolid yang mempunyai aktivitas luas terhadap nematoda dan ektoparasit. Obat ini hanya membunuh mikrofilaria. Efek samping yang ditimbulkan lebih ringan dibanding DEC. Terapi suportif berupa pemijatan juga dapat dilakukan di samping pemberian DEC dan antibiotika, khususnya pada kasus yang kronis. Pada kasus-kasus tertentu dapat juga dilakukan pembedahan.
3.      Rehabilitasi filariasis
Penderita filariasis yang telah menjalani pengobatan dapat sembuh total. Namun, kondisi mereka tidak bisa pulih seperti sebelumnya. Artinya, beberapa bagian tubuh yang membesar tidak bisa kembali normal seperti sedia kala. Rehabilitasi tubuh yang membesar tersebut dapat dilakukan dengan jalan operasi.

J.      PEMBERIAN OBAT UNTUK MENCEGAH FILARIASI
Di UPT. Puskesmas Hikun pada bulan desember di adakan pemberian obat untuk pecegahan penyakit filariasis di sekitar UPT. Puskesmas Hikun.
Pemberian obat untuk mencegah penyakit filariasis di UPT. Puskesmas Hikun :
NO
DAERAH/WILAYAH
UMUR
JUMLAH PENDUDUK
1
TANJUNG
2-5 tahun
313
6-14 tahun
744
>14 tahun
3.766
2
JUAI
2-5 tahun
74
6-14 tahun
156
>14 tahun
829
3
HIKUN
2-5 tahun
219
6-14 tahun
345
>14 tahun
2091
4
GARUNGGUNG
2-5 tahun
111
6-14 tahun
236
>14 tahun
878
5
WAYAU
2-5 tahun
161
6-14 tahun
404
>14 tahun
1.838
6
KITANG
2-5 tahun
78
6-14 tahun
255
>14 tahun
677
7
AGUNG
2-5 tahun
74
6-14 tahun
98
>14 tahun
1.197
8
MAHE SEBERANG
2-5 tahun
37
6-14 tahun
72
>14 tahun
445
9
KAMBITIN DESA
2-5 tahun
113
6-14 tahun
180
>14 tahun
628
10
KAMBITN RAYA
2-5 tahun
173
6-14 tahun
477
>14 tahun
1.688




DAFTAR PUSTAKA

http://febri.blogspot.com/2021/12/filariasis.html// di akses pada tanggal 27 oktobe 2014

1 komentar:

  1. Harrah's Cherokee Casino & Hotel - Mapyro
    HARRAH'S CHEROKEE 동해 출장샵 CASINO & HOTEL, 울산광역 출장안마 Cherokee. Mapyro 의정부 출장샵 is an open map showing casinos and other gaming facilities located in Cherokee, North 구미 출장안마 Carolina. 경상남도 출장마사지

    BalasHapus