BAB I
PENDAHULUAN
A.
LATAR BELAKANG
Filariasis (penyakit kaki gajah) atau juga dikenal dengan
elephantiasis adalah penyakit menular dan menahun yang disebabkan oleh infeksi
cacing filaria yang ditularkan melalui gigitan berbagai spesies nyamuk. Di
Indonesia, vektor penular filariasis hingga saat ini telah diketahui ada 23
spesies nyamuk dari genus Anopheles, Culex, Mansonia, Aedes dan Armigeres.
Filariasis dapat menimbulkan cacat menetap berupa pembesaran kaki, tangan, dan
organ kelamin.
Filariasis merupakan jenis penyakit reemerging desease, yaitu
penyakit yang dulunya sempat ada, kemudian tidak ada dan sekarang muncul
kembali. Kasus penderita filariasis khas ditemukan di wilayah dengan iklim sub
tropis dan tropis (Abercrombie et al, 1997) seperti di Indonesia. Filariasis
pertama kali ditemukan di Indonesia pada tahun 1877, setelah itu tidak muncul
dan sekarang muncul kembali. Filariasis tersebar luas hampir di seluruh
Propinsi di Indonesia. Berdasarkan laporan dari hasil survei pada tahun 2000
yang lalu tercatat sebanyak 1553 desa di 647 Puskesmas tersebar di 231
Kabupaten 26 Propinsi sebagai lokasi yang endemis, dengan jumlah kasus kronis
6233 orang.
Untuk memberantas filariasis sampai tuntas, WHO sudah menetapkan
Kesepakatan Global (The Global Goal of Elimination of Lymphatic Filariasis as a
Public Health problem by The Year 2020) yaitu program pengeliminasian
filariasis secara masal. Program ini dilaksanakan melalui pengobatan masal
dengan DEC dan Albendazol setahun sekali selama 5 tahun dilokasi yang endemis
dan perawatan kasus klinis untuk mencegah kecacatan. WHO sendiri telah
menyatakan filariasis sebagai urutan kedua penyebab cacat permanen di dunia. Di
Indonesia sendiri, telah melaksanakan eliminasi filariasis secara bertahap
dimulai pada tahun 2002 di 5 Kabupaten percontohan. Perluasan wilayah akan
dilaksanakan setiap tahunnya.
Upaya pemberantasan filariasis tidak bisa dilakukan oleh pemerintah
semata. Masyarakat juga harus ikut memberantas penyakit ini secara aktif.
Dengan mengetahui mekanisme penyebaran filariasis dan upaya pencegahan,
pengobatan serta rehabilitasinya, diharapkan program Indonesia Sehat Tahun 2010
dapat terwujud salah satunya adalah terbebas dari endemi filariasis.
B.
TUJUAN
1.
Untuk
mengetahui yang dimaksud dengan filariasis.
2.
Untuk
mengetahui mekanisme terjadinya filariasis.
3.
Untuk
mengetahui upaya pencegahan, pengobatan dan rehabilitasi filariasis.
C.
MANFAAT
Manfaat
penyusunan laporan ini adalah agar masyarakat dapat mengetahui segala sesuatu
tentang filariasis, bagaimana mekanisme terjadinya filariasis, dan bagaimana
upaya pencegahan, pengobatan serta rehabilitasi filariasis. Dengan demikian,
diharapkan masyarakat ikut memberantas penyakit ini secara aktif sehingga tidak
menjadi endemi di masyarakat.
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
PENGERTIAN
Filariasis ( penyakit kaki gajah ) atau juga dikenal dengan
elephantiasis adalah suatu infeksi sistemik yang disebabkan oleh cacing filaria
yang hidup dalam saluran limfe dan kelenjar limfe manusia yang ditularkan oleh
nyamuk. Penyakit ini bersifat menahun ( kronis ) dan bila tidak mendapatkan
pengobatan akan menimbulkan cacat menetap berupa pembesaran kaki, lengan, dan
alat kelamin baik perempuan maupun laki – laki.
Filariasis juga merupakan penyakit zoonosis menular yang banyak
ditemukan di wilayah tropika seluruh dunia. Penyebabnya adalah edema, infeksi
oleh sekelompok cacing nematoda parasit yang tergabung dalam superfamilia
Filarioidea. Gejala yang umum terlihat adalah terjadinya elefantiasis, berupa
membesarnya tungkai bawah (kaki) dan kantung zakar (skrotum), sehingga penyakit
ini secara awam dikenal sebagai penyakit kaki gajah. Walaupun demikian, gejala
pembesaran ini tidak selalu disebabkan oleh filariasis.
B.
PENYEBAB
Penyakit
ini disebabkan oleh 3 spesies cacing
filaria yang menginfeksi Manusia yaitu :
a.
Wuchereria
Bancrofti
Wuchereria bancrofti atau disebut juga Cacing Filaria adalah kelas
dari anggota hewan tak bertulang belakang yang termasuk dalam filum
Nemathelminthes. Bentuk cacing ini gilig memanjang, seperti benang maka disebut
filarial.
b.
Brugia
Timori
Brugia timori hanya terdapat pada manusia.
Manusia yang mengandung parasit selalu dapat menjadi sumber infeksi bagi orang
lain yang rentan (suseptibel). Biasanya pendatang baru ke daerah endemi
(transmigran) lebih rentan terhadap infeksi filariasis dan lebih menderita daripada
penduduk asli. Pada umumnya laki-laki lebih banyak yang terkena infeksi, karena
lebih banyak kesempatan untuk mendapat infeksi (exposure). Juga gejala penyakit
lebih nyata pada laki-laki, karena pekerjaan fisik yang lebih berat. Penyakit
yang disebabkan oleh Brugia timori disebut filariasis timori.
c.
Brugia
Malayi
Brugia malayi adalah sebuah nematoda (cacing) parasit yang merupakan salah satu penyebab filariasis limfatik. B. malayi merupakan nematoda yang prevalen di
daerah India, Indonesia, Malaysia, dan Filipina.
C.
CARA PENULARAN
Penyakit ini ditularkan melalui nyamuk yang menghisap darah
seseorang yang telah tertular sebelumnya. Darah yang terinfeksi dan mengandung
larva dan akan ditularkan ke orang lain pada saat nyamuk yang terinfeksi
menggigit atau menghipas darah orang tersebut.Tidak seperti Malaria dan Demam
berdarah, Filariasis dapat ditularkan oleh 23 spesies nyamuk dari genus
Anopheles, Culex, Mansonia, Aedes & Armigeres. Karena inilah, Filariasis
dapat menular dengan sangat cepat. Kalau
cacingnya filaria, maka larva mikrofilaria yang dibawa oleh nyamuk akan
menyumbat pembuluh dan kelenjar limfe sehingga tidak bisa mengalir ke seluruh
bagian tubuh dengan lancar. Akibatnya, terjadilah pembengkakan organ tubuh,
seperti pada lengan, kaki atau alat kelamin
D.
SIKLUS PENULARAN FILARIASIS
1.
Tahap perkembangan dalam tubuh nyamuk ( vektor ) :
·
Saat nyamuk (vektor) menghisap darah penderita
(mikrofilaremia) beberapa mikrofilaria ikut terhisap bersama darah dan masuk
dalam lambung nyamuk.
·
Setelah berada dalam lambung nyamuk, mikrofilaria melepas
selubung, kemudian menerobos dinding lambung menuju ke rongga badan dan
selanjutnya ke jaringan otot thoraks.
·
Dalam jaringan otot thoraks, larva stadium I (LI) berkembang
menjadi bentuk larva stadium II (L2) dan selanjutnya berkembang menjadi stadium
III (L3) yang efektif.
·
Waktu perkembangan dari L1 menjadi L3 disebut masa inkubasi
ektrinsik, untuk spesies Wuchereria bancrofti antara 10-14 hr, Brugia malayi
dan Brugia timori 7-10 hr. 5. St. LIII bergerak ke proboscis ( alat tusuk)
nyamuk dan akan dipindahkan ke manusia pada saat nyamuk menggit.
·
Mikrofilaria didalam tubuh nyamuk hanya mengalami perubahan
bentuk dan tidak berkembang biak (cyclicodevelopmental) sehingga diperlukan
gigitan berulang kali utk terjadinya infeksi.
2.
Tahap perkembangan dalam tubuh manusia dan hewan perantara ( hospes
reservoir ) :
·
Didalam tubuh manusia St. L3 akan menuju sistem limfe dan
selanjutnya tumbuh menjadi cacing dewasa jantan atau betina.
·
Melalui kopulasi, cacing betina menghasilkan mikrofilaria yg
beredar dalam darah. Secara periodik seekor cacing betina akan mengeluarkan
sekitar 50.000 larva setiap hari.
·
Perkembangan L3 menjadi cacing dewasa dan menghasilkan
mikrofilaria W.bancrofti selama 9 bln dan B.malayi, B.timori selama 3 bulan di
tubuh manusia.
·
Perkembangan seperti ini terjadi juga dalam tubuh hewan
reservoar ( lutung dan kucing).
E.
TANDA DAN GEJALA
Gejala filaria akut sebagai berikut
:
·
Demam berulang-ulang selama 3-5 hari, demam dapat hilang
bila istirahat dan muncul lagi setelah bekerja berat
·
Pembengkakan kelenjar getah bening (tanpa ada luka) didaerah
lipatan paha, ketiak (lymphadenitis) yang tampak kemerahan, panas dan sakit
·
Radang saluran kelenjar getah bening yang terasa panas dan
sakit yang menjalar dari pangkal kaki atau pangkal lengan kearah ujung
(retrograde lymphangitis)
·
Filarial abses akibat seringnya menderita pembengkakan
kelenjar getah bening, dapat pecah dan mengeluarkan nanah serta darah
·
Pembesaran tungkai, lengan, buah dada, buah zakar yang
terlihat agak kemerahan dan terasa panas (early lymphodema)
Gejala klinis :
Gejala klinis yang kronis berupa pembesaran yang menetap
(elephantiasis) pada tungkai, lengan, buah dada, buah zakar (elephantiasis
skroti).
F.
KRITERIA FILARIASIS
Filariasis mudah menular, kriteria penularan penyakit ini adalah
jika ditemukan mikrofilarial rate ≥ 1% pada sample darah penduduk di sekitar
kasus elephantiasis, atau adanya 2 atau lebih kasus elephantiasis di suatu
wilayah pada jarak terbang nyamuk yang mempunyai riwayat menetap
bersama/berdekatan pada suatu wilayah selama lebih dari satu tahun. Berdasarkan
ketentuan WHO, jika ditemukan mikro filarial rate ≥ 1% pada satu wilayah maka
daerah tersebut dinyatakan endemis dan harus segera diberikan pengeobatan
secara masal selama 5 tahun berturut-turut.
Di indonesia filarialis telah tersebar luas hampir di semua
propinsi, berdasarkan laporan dari daerah dan hasil survey pada tahun 2000
tercatat sebanyak 6500 kasus kronis di 1553 desa pada 231 kabupaten atau 26
propinsi. Pada tahun 2005 kasus kronis dilaporkan sebanyak 10.237 orang yang
tersebar di 373 kabupaten/kota di 33 propinsi.
Penyakit ini merupakan masalah kesehatan masyarakat di Indonesia. Pada
tanggal 8 April 2002 Menteri Kesehatan Republik Indonesia telah mencanangkan
dimulainya eliminasi penyakit Kaki Gajah di Indonesia dan telah menetapkan
eliminasi Kaki Gajah sebagai salah satu program prioritas. Sebagai pedoman
Pengendalian Filariasis (Penyakit Kaki Gajah) tertuang dalam Keputusan Menteri
Kesehatan Republik Indonesia Nomer : 1582/ MENKES/SK/XI/2005 Tanggal 18
Nopember 2005.
G.
MEKANISME TERJADINYA FILAIASIS
Seseorang dapat tertular atau terinfeksi filariasis apabila orang
tersebut digigit nyamuk yang infektif yaitu nyamuk yang mengandung larva
stadium III (L3). Nyamuk tersebut mendapatkan mikrofilaria sewaktu menghisap
darah penderita atau binatang reservoar yang mengandung mikrofilaria. Siklus
penularan filariasis ini melalui dua tahap yaitu mosquito satges atau tahap
perkembangan dalam tubuh nyamuk (vektor) dan human stages atau tahap
perkembangan dalam tubuh manusia (hospes) atau binatang (hospes reservoar).
Di dalam tubuh nyamuk, mikrofilaria berselubung (yang didapatkannya
ketika menggigit penderita filariasis), akan melepaskan selubung tubuhnya yang
kemudian bergerak menembus perut tengah lalu berpindah tempat menuju otot dada
nyamuk. Larva ini disebut larva stadium I (L1). L1 kemudian berkembang hingga
menjadi L3 yang membutuhkan waktu 12 – 14 hari. L3 kemudian bergerak menuju
probisis nyamuk. Ketika nyamuk yang mengandung L3 tersebut menggigit manusia,
maka terjadi infeksi mikrofilaria dalam tubuh orang tersebut. Setelah tertular
L3, pada tahap selanjutnya di dalam tubuh manusia, L3 memasuki pembuluh limfe
dimana L3 akan tumbuh menjadi cacing dewasa, dan berkembangbiak menghasilkan
mikrofilaria baru sehingga bertambah banyak. Kumpulan cacing filaria dewasa ini
menjadi penyebab penyumbatan pembuluh limfe. Aliran sekresi kelenjar limfe
menjadi terhambat dan menumpuk di suatu lokasi. Akibatnya terjadi pembengkakan
kelenjar limfe terutama pada daerah kaki, lengan maupun alat kelamin yang
biasanya disertai infeksi sekunder dengan fungi dan bakteri karena kurang
terawatnya bagian lipatan-lipatan kulit yang mengalami pembengkakan tersebut.
H.
FAKTOR YANG MEMPENGARUHI FILARIASIS
1.
Lingkungan
fisik :Iklim, Geografis, Air dan lainnnya,
2.
Lingkungan
biologik: lingkungan Hayati yang mempengaruhi penularan; hutan, reservoir,
vector
3.
Lingkungan
social – ekonomi budaya : Pengetahuan, sikap dan perilaku, adat Istiadat,kebiasaan
dsb,
4.
Ekonomi:
Cara Bertani, Mencari Rotan, Getah Dsb.
Penularan
dapat terjadi apabila ada 5 unsur yaitu sumber penular (manusia dan hewan),
Parasit,Vektor, Manusia yang rentan, Lingkungan (fisik, biologik dan
sosial-ekonomibudaya).
I.
UPAYA PENCEGAHAN,PENGOBATAN DAN REHABILITASI FILARIASIS
1.
Upaya pencegah filariasis
Pencegahan
filariasis dapat dilakukan dengan menghindari gigitan nyamuk (mengurangi kontak
dengan vektor) misalnya menggunakan kelambu sewaktu tidur, menutup ventilasi
dengan kasa nyamuk, menggunakan obat nyamuk, mengoleskan kulit dengan obat anti
nyamuk, menggunakan pakaian panjang yang menutupi kulit, tidak memakai pakaian
berwarna gelap karena dapat menarik nyamuk, dan memberikan obat anti-filariasis
(DEC dan Albendazol) secara berkala pada kelompok beresiko tinggi terutama di
daerah endemis. Dari semua cara diatas, pencegahan yang paling efektif tentu
saja dengan memberantas nyamuk itu sendiri dengan cara 3M.
2.
Pengobatan filariasis
Pengobatan
filariasis harus dilakukan secara masal dan pada daerah endemis dengan
menggunakan obat Diethyl Carbamazine Citrate (DEC). DEC dapat membunuh
mikrofilaria dan cacing dewasa pada pengobatan jangka panjang. Hingga saat ini,
DEC adalah satu-satunya obat yang efektif, aman, dan relatif murah. Untuk
filariasis akibat Wuchereria bankrofti, dosis yang dianjurkan 6 mg/kg berat
badan/hari selama 12 hari. Sedangkan untuk filariasis akibat Brugia malayi dan
Brugia timori, dosis yang dianjurkan 5 mg/kg berat badan/hari selama 10 hari.
Efek samping dari DEC ini adalah demam, menggigil, sakit kepala, mual hingga
muntah. Pada pengobatan filariasis yang disebabkan oleh Brugia malayi dan
Brugia timori, efek samping yang ditimbulkan lebih berat. Sehingga, untuk
pengobatannya dianjurkan dalam dosis rendah, tetapi pengobatan dilakukan dalam
waktu yang lebih lama. Pengobatan kombinasi dapat juga dilakukan dengan dosis
tunggal DEC dan Albendazol 400mg, diberikan setiap tahun selama 5 tahun.
Pengobatan kombinasi meningkatkan efek filarisida DEC.
Obat
lain yang juga dipakai adalah ivermektin. Ivermektin adalah antibiotik
semisintetik dari golongan makrolid yang mempunyai aktivitas luas terhadap
nematoda dan ektoparasit. Obat ini hanya membunuh mikrofilaria. Efek samping
yang ditimbulkan lebih ringan dibanding DEC. Terapi suportif berupa pemijatan
juga dapat dilakukan di samping pemberian DEC dan antibiotika, khususnya pada
kasus yang kronis. Pada kasus-kasus tertentu dapat juga dilakukan pembedahan.
3.
Rehabilitasi filariasis
Penderita
filariasis yang telah menjalani pengobatan dapat sembuh total. Namun, kondisi
mereka tidak bisa pulih seperti sebelumnya. Artinya, beberapa bagian tubuh yang
membesar tidak bisa kembali normal seperti sedia kala. Rehabilitasi tubuh yang
membesar tersebut dapat dilakukan dengan jalan operasi.
J.
PEMBERIAN OBAT UNTUK MENCEGAH FILARIASI
Di
UPT. Puskesmas Hikun pada bulan desember di adakan pemberian obat untuk
pecegahan penyakit filariasis di sekitar UPT. Puskesmas Hikun.
Pemberian
obat untuk mencegah penyakit filariasis di UPT. Puskesmas Hikun :
NO
|
DAERAH/WILAYAH
|
UMUR
|
JUMLAH
PENDUDUK
|
1
|
TANJUNG
|
2-5
tahun
|
313
|
6-14
tahun
|
744
|
||
>14
tahun
|
3.766
|
||
2
|
JUAI
|
2-5
tahun
|
74
|
6-14
tahun
|
156
|
||
>14
tahun
|
829
|
||
3
|
HIKUN
|
2-5
tahun
|
219
|
6-14
tahun
|
345
|
||
>14
tahun
|
2091
|
||
4
|
GARUNGGUNG
|
2-5
tahun
|
111
|
6-14
tahun
|
236
|
||
>14
tahun
|
878
|
||
5
|
WAYAU
|
2-5
tahun
|
161
|
6-14
tahun
|
404
|
||
>14
tahun
|
1.838
|
||
6
|
KITANG
|
2-5
tahun
|
78
|
6-14
tahun
|
255
|
||
>14
tahun
|
677
|
||
7
|
AGUNG
|
2-5
tahun
|
74
|
6-14
tahun
|
98
|
||
>14
tahun
|
1.197
|
||
8
|
MAHE
SEBERANG
|
2-5
tahun
|
37
|
6-14
tahun
|
72
|
||
>14
tahun
|
445
|
||
9
|
KAMBITIN
DESA
|
2-5
tahun
|
113
|
6-14
tahun
|
180
|
||
>14
tahun
|
628
|
||
10
|
KAMBITN
RAYA
|
2-5
tahun
|
173
|
6-14
tahun
|
477
|
||
>14
tahun
|
1.688
|
DAFTAR
PUSTAKA
http://indah-undefined.blogspot.com/2012/12/makalah-filariasis.html// di akses pada tanggal 27 oktober 2014
http://triamanggarra.blogspot.com/2012/11/blog-post_3959.html// di akses pada tanggal 27 oktober 2014
Harrah's Cherokee Casino & Hotel - Mapyro
BalasHapusHARRAH'S CHEROKEE 동해 출장샵 CASINO & HOTEL, 울산광역 출장안마 Cherokee. Mapyro 의정부 출장샵 is an open map showing casinos and other gaming facilities located in Cherokee, North 구미 출장안마 Carolina. 경상남도 출장마사지